Istana Kepresidenan Yogyakarta - Gedung Agung Yogyakarta

Soekarno - Presiden RI
Syafruddin Prawiranegara - Presiden RI / Ketua PDRI
Assaat - Pemangku Sementara
Jabatan Presiden RIS
Soeharto - Presiden RI

Baharuddin Jusuf Habibie - Presiden RI
Abdurrahman Wahid - Presiden RI
Megawati Soekarno Putri - Presiden RI
Susilo Bambang Yudoyono - Presiden RI
 

Istana yang dibangun di atas lahan seluas 43.585 meter persegi ini dikenal dengan nama Gedung Agung.
Penamaan itu, berkaitan dengan salah satu fungsi gedung utama istana, yaitu sebagai tempat penerimaan tamu-tamu agung.
Gedung Agung ini merupakan salah satu dari enam Istana Kepresidenan RI, yaitu :
  1. Istana Negara dan Istana Merdeka (Jakarta)
  2. Istana Bogor (Bogor)
  3. Istana Cipanas (Cipanas)
  4. Istana Tampak Siring (Bali)
Riwayat pembangunan Gedung Agung bermula dari prakarsa Anthonie Hendriks Smissaert, Residen Belanda ke-18 di Yogyakarta (1823-1925), yang ingin memiliki kantor sekaligus kediaman resmi bagi Residen Belanda di Yogyakarta. Maka pada bulan Mei 1824 gedung ini mulai dibangun oleh arsitek A. Payen yang dipilih langsung oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu.
Proses pembangunannya sendiri sempat tertunda karena pecahnya Perang Diponegoro (1825-1830) yang juga dikenal dengan sebutan Perang Jawa (Java Oorlog). Setelah perang usai, proses pembangunan dilanjutkan dan selesai pada tahun 1832.
Ketika gempa bumi melanda Yogyakarta pada 10 Juni 1867, bangunan Gedung Agung sempat ambruk, kemudian dibangun kembali dan selesai pada tahun 1869.
 Seiring dengan peningkatan status administratif Yogyakarta dari karesidenan menjadi provinsi pada 19 Desember 1927, gedung utama di kompleks Gedung Agung ini digunakan sebagai kediaman Gubernur Belanda di Yogyakarta. Beberapa Gubernur Belanda yang pernah mendiami gedung ini, antara lain J.E Jesper (1926-1927), P.R.W van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M. de Kock (1932-1935), J. Bijlevel (1935-1940), dan L. Adam (1940-1942).
Sedangkan, pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi Koochi Zimmukyoku Tyookan, penguasa Jepang di Yogyakarta (1943-1945).
Setelah Indonesia merdeka, pada 6 Januari 1946, Gedung Agung menjadi Istana Kepresidenan Republik Indonesia, seiring dijadikannya Yogyakarta sebagai ibukota sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak itu, Gedung Agung menjadi tempat tinggal Presiden Soekarno beserta seluruh keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang terletak di sisi utara Gedung Agung (sekarang Korem 072/Pamungkas).
 Di Istana Kepresidenan ini pula Jenderal Sudirman dilantik menjadi Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan menjadi pimpinan angkatan perang RI pada 3 Juli 1947.
Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda II, 19 Desember 1948, Yogyakarta dikuasai tentara Belanda dibawah pimpinan Jenderal Spoor. Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat Pemerintah RI pun diasingkan ke luar Jawa, kemudian kembali lagi ke Gedung Agung pada 6 Juli 1949. Bertepatan dengan pindahnya Presiden RI ke Jakarta pada 28 Desember 1949, Gedung Agung tidak lagi menjadi tempat tinggal presiden.
Ketika Soeharto menjadi Presiden RI ke-2, sejak 17 April 1988 Gedung Agung digunakan untuk penyelenggaraan Upacara Parade Senja pada setiap tanggal 17, acara perkenalan dan perpisahan taruna-taruna Angkatan Udara (AU). Bahkan sejak 17 Agustus 1991, secara resmi Istana Kepresidenan Yogyakarta digunakan sebagai tempat memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta.
Saat ini, Gedung Agung berfungsi sebagai tempat menginap presiden dan wakil presiden jika sedang berada di Yogyakarta.
Kompleks bangunan di Gedung Agung terdiri dari beberapa bangunan, yaitu :
  1. Bangunan Gedung Utama
  2. Wisma Negara
  3. Wisma Indraphrasta
  4. Wisma Sawojajar
  5. Wisma Bumiretawu
  6. dan Wisma Saptapratala.
Di dalam Gedung Utama terdapat ruang utama bernama Ruang Garuda yang difungsikan sebagai ruang resmi untuk menyambut para tamu negara dan tamu khusus lainnya.
Selain kelima wisma tersebut, sejak 20 September 1995, kompleks Seni Sono seluas 5.600 meter persegi yang terletak di sebelah selatan Gedung Agung, yang semula milik Departemen Penerangan, kini menjadi bagian dari Istana Kepresidenan Yogyakarta. Gedung yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan koleksi benda-benda seni, pameran, dan tempat pertunjukan kesenian ini semula adalah bangunan kuno yang dibangun Belanda pada tahun 1911 dan terakhir digunakan sebagai kantor berita Antara.
Di halaman serambi depan Gedung Agung tampak dua buah patung raksasa Dwarapala (penjaga pintu) setinggi 2 meter. Selain itu, terdapat sebuah tugu Dagoba, yang oleh masyarakat Yogyakarta disebut Tugu Lilin, setinggi 3,5 meter, yang terbuat dari batu andesit dan senantiasa menyalakan api semu, melambangkan kerukunan beragama, antara agama Hindu Siwa dan agama Buddha. Konon, patung-patung tersebut berasal dari Desa Cupuwulatu, sebuah daerah di sekitar Candi Prambanan.

Patung Dwarapala (penjaga pintu) di Gedung Agung
Di bagian depan kanan Gedung Utama terdapat ruangan yang diberi nama Ruang Soerdiman untuk mengenang perjuangan Panglima Besar Soedirman dalam memimpin gerilya melawan Belanda. Di ruangan inilah dulu Panglima Besar Soedirman meminta izin kepada Presiden Soekarno, untuk meninggalkan kota dalam rangka memimpin perang gerilya melawan Belanda. Selain itu, di bagian depan kiri Gedung Utama terdapat ruangan yang diberi nama Ruang Diponegoro, untuk mengenang perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Dalam ruangan ini tampak pula lukisan beliau sedang menunggangi kuda.
Di sisi selatan Gedung Utama terdapat kamar tidur presiden beserta keluarga, sedangkan di sisi utara terdapat kamar tidur yang disediakan bagi wakil presiden beserta keluarga, dan tamu negara atau tamu-tamu agung lainnya. Sementara di halaman belakang Gedung Agung tumbuh pepohonan besar yang dedaunannya tumbuh lebat sehingga bangunan istana tampak rindang.
Secara umum, sejak didirikan dua abad yang lampau hingga kini, bangunan kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta tidak banyak perubahan, bentuknya sama seperti ketika selesai dibangun pada tahun 1869. Di ruangan ini pulalah kabinet Republik Indonesia dilantik tatkala ibu kota negara pindah ke Yogyakarta. Pada dinding ruangan yang bersejarah ini tergantung gambar-gambar pahlawan nasional, di antaranya gambar Pangeran Diponegoro, R.A. Kartini, Dokter Wahidin Soedirohusodo, dan Tengku Cik Di Tiro.
Gedung Agung berlokasi di pusat Kota Yogyakarta, tepatnya di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Lokasi gedung ini berada di sebelah barat Benteng Vredeburg, Monumen Serangan Umum 1 Maret, dan Taman Pintar. Di sebelah selatan gedung ini terdapat Bank Indonesia Cabang Yogyakarta, Kantor Pos Besar Yogyakarta, dan Keraton Yogyakarta.
Akses menuju Gedung Agung letaknya persis di ujung selatan Jalan Malioboro. Di samping itu, gedung ini juga relatif dekat dari Bandara Adi Sucipto (sekitar 8 km), dari Terminal Giwangan (sekitar 6 km), dari Stasiun Lempuyangan (sekitar 3 km), dan dari Stasiun Tugu (sekitar 1 km).
Fasilitas pendukung yang terdapat di Gedung Agung adalah perpustakaan, mushola, toilet, ruang pertemuan, ruang pertunjukkan, dan halaman parkir yang rindang dan luas.