Wacana yang di lontarkan BI teryata banyak menimbulkan pro dan kontra, mulai dari pemerintah yang membantah, DPR yang minta bagi BI untuk tidak bikin wacana yang aneh aneh, dan beberapa pakar ekonomi yang setuju dan tidak.
Apa itu sebenarnya REDENOMINASI...?
Apakah itu merugikan...?
Apalah uang kita dibank akan berkurang ...?
untuk lebih jelasnya mari kita bahas bersama :
- REDENOMINASI, adalah kebijakan untuk menyederhanakan mata uang dengan tidak mengurangi nilai uang yang sebenarnya, dimana harga barang akan mengikuti nilai mata uang ; contoh : pengurangan sebanyak 3 digit, uang 1000 rupiah menjadi 1 rupiah, misalnya harga semen Rp. 41.000,00 setelah redominasi harga semen adalah Rp. 41,00 (perubahan hanya pada sebutan atau angka tanpa mengurangi nilai uang itu sendiri)
- SANERING, adalah kebijakan untuk memotong nilai mata uang dimana harga barang tetap ; contoh sanering dari uang 1000 rupiah menjadi 1 rupiah, misalnya harga semen Rp. 41.000,00 setelah sanering harga semen tetap Rp. 41.000,00 tetapi nilai mata uang akan yang tadinya 1000 rupiah akan menjadi 1 rupiah (perubahan disertai dengan pengurangan nilai uang itu sendiri)
Sebenarnya kita tidak perlu kuatir dengan adanya wacana tersebut karena nilai uang kita tidak akan berkurang, perubahan hanya pada sebutan atau angka tanpa mengurangi nilai uang itu sendiri.
Presiden Direktur Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Subarjo Joyosumarto malah menilai redenominasi rupiah adalah ide bagus. Dia mencontohkan beberapa negara, seperti Malta, Siprus, dan Irlandia yang melakukan redenominasi meski dengan alasan penyatuan mata uang Uni Eropa.
"Contoh lain di Turki. Sekarang ekonomi jadi efisien, administrasi perbankan lebih simpel, harga-harga dalam nominal yang lebih kecil, dompet lebih ringan, percetakan uang lebih efisien," papar Subarjo.
Thomas menambahkan, ada dua fungsi redenominasi. Redenominasi yang dilakukan saat inflasi sangat tinggi sehingga bisa menjadi instrumen mengendalikan inflasi. Lainnya, redenominasi untuk menyederhanakan transaksi.
Redenominasi memang membutuhkan waktu dan sosialisasi yang cukup lama. Turki mempersiapkan mulai tahun 1994 dan pelaksanaannya baru 2005. Redenominasi, lanjut Thomas, membuat ekonomi Turki lebih stabil dan berhasil menekan inflasi menjadi single digit. Juga membuat nilai tukar lira Turki lebih stabil terhadap euro.
Untuk Indonesia, mungkin bisa sukses karena inflasi relatif stabil dan rendah. Sebagai informasi, saat ini rupiah adalah mata uang yang memiliki pecahan terbesar kedua di dunia, yakni Rp 100.000. Di atasnya ada Vietnam dengan pecahan 500.000 dong.
"Contoh lain di Turki. Sekarang ekonomi jadi efisien, administrasi perbankan lebih simpel, harga-harga dalam nominal yang lebih kecil, dompet lebih ringan, percetakan uang lebih efisien," papar Subarjo.
Thomas menambahkan, ada dua fungsi redenominasi. Redenominasi yang dilakukan saat inflasi sangat tinggi sehingga bisa menjadi instrumen mengendalikan inflasi. Lainnya, redenominasi untuk menyederhanakan transaksi.
Redenominasi memang membutuhkan waktu dan sosialisasi yang cukup lama. Turki mempersiapkan mulai tahun 1994 dan pelaksanaannya baru 2005. Redenominasi, lanjut Thomas, membuat ekonomi Turki lebih stabil dan berhasil menekan inflasi menjadi single digit. Juga membuat nilai tukar lira Turki lebih stabil terhadap euro.
Untuk Indonesia, mungkin bisa sukses karena inflasi relatif stabil dan rendah. Sebagai informasi, saat ini rupiah adalah mata uang yang memiliki pecahan terbesar kedua di dunia, yakni Rp 100.000. Di atasnya ada Vietnam dengan pecahan 500.000 dong.
Ekonom Anggito Abimanyu mengungkapkan wacana ini adalah wajar. Menurutnya, langkah ini diambil untuk mengefektifkan pengawasan serta menstabilkan harga-harga. “Bank Indonesia kesulitan kontrol uang. Inflasi makin tinggi,” ujarnya.
Menurut dosen UGM ini, redenominasi bukanlah hal baru. Ia mencontohkan, di Turki program ini dilakukan karena nilai lira terlalu rendah. Program berlangsung sukses dan dalam kurun waktu yang cepat karena Turki negara yang kecil.
Apabila hal ini dilaksanakan di Indonesia, sebutnya, banyak faktor yang disiapkan oleh Bank Indonesia, seperti faktor institusi yang siap serta sosialisasi yang cukup. “Jangan sampai rakyat kecil yang menjadi korban,” ujarnya.
Menurut dosen UGM ini, redenominasi bukanlah hal baru. Ia mencontohkan, di Turki program ini dilakukan karena nilai lira terlalu rendah. Program berlangsung sukses dan dalam kurun waktu yang cepat karena Turki negara yang kecil.
Apabila hal ini dilaksanakan di Indonesia, sebutnya, banyak faktor yang disiapkan oleh Bank Indonesia, seperti faktor institusi yang siap serta sosialisasi yang cukup. “Jangan sampai rakyat kecil yang menjadi korban,” ujarnya.
Yang pasti BI sedang melakukan studi mengenai hal tersebut dan sudah tentu tidak akan dilaksanakan tanpa disertai pertimbangan dan studi yang matang.
Sikap DPR dan Pemerintah yang cenderung menolak tanpa disertai penjelasan yang bisa diterima masyarakat justru akan berdampak kurang baik, seharusnya mereka memberi penjelasan secara bijak dan memberi pencerahan kepada masyarakat agar tidak timbul persepsi yang keliru.
sumber : kompas jawa pos